Lagi asyik scroll timeline terus mata tertumbuk pada caption dengan tulisan:
“…stupid grammar nazi are annoying…”
Hmmm..
- Kalau dia stupid, akan susah sih buat dia betul-betulin grammar orang lain.
- Padahal belum ada yang ngoreksi kok uda dibilang annoying duluan?
- The sentence above is also grammatically incorrect.
Grammar Nazi or Nazis (plural), diartikan sebagai orang yang demen banget ngoreksi kesalahan grammar orang lain. Yang gw liat, istilah ini konotasinya uda negatif. Pokoknya, Grammar Nazis itu orang-orang yang paling demen ngeliat kesalahan orang lain, dimention trus dikoreksi, kadang pake tambahan diketawain atau diceng-cengin. Ngeselin ya?
Padahal menurut gw ga semua Grammar Nazis itu ngeselin loh. At least menurut gw, para language pedants (istilah yang gw pakai untuk melembutkan kata Grammar Nazis) ini bisa jadi orang yang paling perhatian sama lu. Ya gimana nggak, dia mau meluangkan waktunya untuk membetulkan tata bahasa kalimat yang lu tulis. Lu bayar dia juga nggak kan, ngapain dia ngrepotin diri sendiri buat lu kalau ga perhatian (eciyeee ada yang perhatian nih ye selain papan pengumuman). Trus, mungkin maksud dia baik, dia pengen lu belajar dari kesalahan supaya besok-besok ga salah lagi. Bisa jadi hal ini akan ngasih impact bagus ke kehidupan lu, kerjaan lu, who knows?
Karena konotasinya yang uda jelek, banyak orang (termasuk gw) yang menahan diri untuk tidak berkomentar apapun saat melihat temannya menulis sesuatu yang grammatically incorrect. Padahal sama sekali ga ada maksud merendahkan, hanya memberitahu letak kesalahan. Well, mungkin emang ada beberapa Grammar Nazis yang asli ngeselin, yang dalam menyampaikan koreksi, instead of encouraging malah degrading, dan akhirnya bikin kita demotivasi buat belajar. Misal, dibenerin tapi pake diketawain ngenyek gitu. Jika emang cara penyampaian mereka yang menurut lu kurang sopan, lu bisa bilang ke dia “Wah, makasih ya uda dikoreksi. Aku mau belajar nih sama kamu, lain kali kasi tau lagi ya kalau ada yang salah, tapi jangan diketawain dong kan aku jadi malu hehehehe.”
Tapi, ketika lu bikin caption atau status pakai bahasa Inggris trus ada yang ngasi tau kesalahannya, menurut gw itu ga annoying loh. Akan lebih baik kalau ga buru-buru self defense. Ketika lu melempar sesuatu ke publik, ya harus siap ama konsekuensinya, termasuk mereka yang melakukan koreksi. People make mistakes, even the Grammar Nazi itself. There’s nothing wrong with it. Yang salah adalah orang yang bikin salah tapi menolak pas dikasi tau yang bener, bahkan marah. Wah ini sama aja ama orang yang dikasi tau kalau berita yang dia sebar itu hoax trus marah sambil bilang “Apa sih aku kan cuma copy paste. Ya ga usa dibaca kalau emang hoax, gitu aja kok susah.”
NGOK.
Personally gw sangat ga masalah kalau dikoreksi sama para language pedants ini. Malah gw berterimakasih sama mereka. Ini bahkan jadi salah satu metode paling efektif gw untuk ga mengulang kesalahan yang sama, terutama saat gw belajar bahasa yang bukan bahasa ibu gw.
Ga usah malu, tetep bikin caption pakai bahasa Inggris, tapi sambil belajar penulisan yang bener. Artis-artis yang mukanya kebule-bulean bahkan orang bule asli aja masih banyak yang salah kok grammarnya. Yang membedakan adalah ada kemauan untuk belajar ga? Ya kalau mindsetnya uda yang “Apaan sih pake dibenerin segala, hak gw dong mau nulis apa, masa gw mau share pikiran gw aja disuruh mikir dulu, malesss” ya monggo. Ga salah kok. Hak masing-masing individu untuk tetep di level yang mereka sudah tentukan sendiri.
So, is it true that all Grammar Nazis are annoying or is it your pride that hurt so much from being corrected?
P.S.: Kalau ada grammatical error di post ini, please let me know ya, I’m so eager to learn from all of you :*
Keren ih… Gw malah baru tau istilah Grammar Nazi.. wah banyak belajar nih dari kamoh! 😘
Sama sama belajar kaaak :*
Belum nemuin grammatical error di artikel ini, tapi aku lebih suka kalau kamu menulis gue, dengan ‘gue’ atau ‘gua’ bukan dengan ‘gw’. Because, how do you pronounce gw? Gew? Guw?
Buat aku, ‘gw’ itu irritating kalau di penulisan resmi, pun gak masuk di KBBI.
Just my two cents. Hahaha.
Kamu jadi rajin ngeblog ih ay, keren!
Aaay thank you for dropping by and noticing a tiny detail I put intendedly. Jadi ceritanya pas awal mulai rajin nulis, aku mikir apa ya yang bisa nunjukin aku di tulisanku. Kalau dilihat, aku sangat concern sama tanda baca, huruf besar kecil, penggunaan italic untuk bahasa Inggris dan meminimalisir typo. This strict, meticulous personality that I am needs something to balance. I need a tiny detail that more laid back and off guard, hence the “gw”. Notice that I only put it on posts about personal thought and experience. Dan ini juga supaya konsisten dengan how I refer myself on my other social media. Anyhoo, thank you for the input. Semoga tetep bisa rajin nulis kayak amoooh. Aku selama ini ngeblog dari hape karena ndak punya laptop hahahaha, sad.
Sebenernya sih, banyak cara untuk membantu org. Ngoreksi tanpa diminta mnrt gw sih annoying ya.
Kalau cara ngritiknya sopan dan gak memaksa, masukkannya bisa diterima dengan baik. meskipun niatnya membantu, tp kalau malah menginjak ego seseorang, ya tentu bikin luka.
Biasanya org yg merasa dirinya dihargai lebih bisa menerima bantuan, sedangkan kalo merasa dirinya diserang malah defensif. Itu mnrt gw loh. Hahahha
Hi Clara!
Your comment pretty much sums up my writing. Ketika aku menulis hal itu aku sudah berusaha untuk imbang, put myself on both shoes.
Messages that I want to convey for both sides are:
1. Don’t be a jerk. Banyak cara dalam menyampaikan constructive feedback yang most likely bisa diterima dengan baik, misal “Eh ini tuh maksudnya gini ya? Kayaknya bisa diperhalus (diperjelas) deh. Nanti aku japri ya.”
2. Jangan gedein ego. Ketika ada yang menyampaikan constructive feedback dengan cara yang baik, jangan self defense dulu. Bukan kaum sumbu pendek kan?
3. Be open minded. Lihat segala sesuatu dari beberapa perspektif sebelum bertindak.
Thank you ya sudah mampir. Seneng deh kolom reply aku ada constructive discussion kayak gini, LAAFFF!
Temen gue pake istilah GRAMMAR GESTAPO. Lebih keren aja katanya. Bebas.
Waini, lebih lokel wisdem ini!
ga perlu grammar nya yang salah,
typo di twitter aja bikin gatel pengen bilangin 😀
Asliiik, tapi seringnya kita diem walau gatel hahahaha.